Jumat, 06 Januari 2012

Kemiskinan Tak Menghalanginya untuk Sekolah

Kal Raman lahir di desa kecil bernama Mannarakoil, Tirunelveli, Tamil Nadu. Ia terlahir dari keluarga kelas menengah yang berhasil. Namun sejak ayahnya meninggal keuangan keluarga jadi berantakan. Mereka lalu pindah ke rumah sederhana tanpa listrik dan persediaan air yang tak memadai. Saudara-saudaranya sudah menyarankan agar anak pertama, kakak Kal, bekerja saja tak perlu melanjutkan sekolah biar bisa membantu pendapatan keluarga. Namun ibunya menolak. “Anak-anak saya harus mendapatkan pendidikan terbaik sebisa mungkin yang bisa saya berikan. Pendidikan adalah penyelamat kami,” kata sang ibu.
Pernyataan itu ibarat pendorong semangat Kal dan saudara-saudaranya untuk belajar sebaik mungkin meski dengan ekonomi seadanya. Karena itu walaupun malam hari mereka tak memiliki cukup cahaya untuk membaca buku, Kal punya cara lain yang lebih murah. Ia pergi ke pinggir jalan. Di bawah lampu jalanan itulah setiap malam ia belajar. “Saya bersyukur karena lampu di jalan itu tak pernah mati,” kata Kal.
Kal pun bisa meneruskan sekolah hingga lulus SMA. Bahkan akhirnya bisa lulus kuliah dari Anna University di Chennai jurusan Electrical Engineering and Electronics. Usai kuliah ia bekerja di Tata Consulting Engineers. Ia memilih ditempatkan di Mumbai karena merupakan kota besar.
Pertama kali datang ke Mumbai ia tinggal di stasiun. Dan begitu masuk kantor ia sudah mendapat teguran dari manajernya karena Kal tak mengenakan sepatu. “Saya tak peduli bagaimana kamu berpakaian saat belajar di kampus. Tetapi di sini kamu tak bisa mengenakan sandal. Besok kamu harus pakai sepatu,” kata sang manajer.
Kal menjelaskan bahwa besok pagi pun ia belum bisa pakai sepatu. Bukan tidak mau namun tak punya uang. Ia menyebutkan bahwa rencana membeli sepatu sudah ia rancang setelah gaji pertama ia terima. “Tolong jangan keluarkan saya dari sini karena saya bekerja untuk keluarga saya. Kami sangat membutuhkan uang,” papar Kal. “Kamu tinggal di mana?” tanya sang manajer. “Di stasiun,” sahut Kal.
Akhirnya Kal mendapatkan dispensasi. Bukan boleh memakai sandal di bulan pertamanya bekerja, tetapi ia mendapat gaji di muka. Selain itu sang manajer mencarikan tempat tinggal sementara dan membelikan sepasang sepatu. “Itu sepatu pertama yang bisa saya miliki,” kata Kal. Hari berikutnya ia sudah mengirim 1500 rupi untuk ibunya.
Kariernya melesat cepat. Bahkan ia mendapat kesempatan dikirim ke luar negeri yaitu ke Edinburg, Inggris, sebagai tenaga ahli program komputer.Dari sanalah kariernya menanjak. Kini Kal sukses dengan perusahaan yang didirikannya, GlobalScholar, perusahaan pembuat software pendidikan. Secara pribadi ia juga benar-benar sudah mengangkat keluarganya dari kemiskinan. Selain pendidikan ia juga menganggap sang ibulah sang pahlawan hidupnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar